Oleh : K.H. Abdul Mujib Imron S.H. M.H.
Pasuruan, 14 Maret 2025 – Dalam Sirah Nabawiyah diceritakan bahwa setelah terjadinya Fathu Makkah, hijrah yang dimaksudkan Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya dalam konsep berpindah tempat, tetapi berjuang dalam ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Kiyai Mujib menganalogikannya sebagaimana santri yang hendak bertugas ke tempat lain untuk berdakwah dan mengamalkan ilmunya. Beliau menjelaskan redaksi hadist nabi dalam kitab Shohih Bukhori juz 3 hal. 65 yang diriwayatkan oleh Mujahid yaitu:
عَنْ مُجَاهِدٍ قُلْتُ لِابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما: إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُهَاجِرَ إِلَى الشَّامِ، فَقَالَ: لَا هِجْرَةَ، وَلَكِنْ جِهَادٌ، فَانْطَلِقْ فَأَعْرِضْ نَفْسَكَ، فَإِنْ وَجَدْتَ شَيْئًا وَإِلَّا رَجَعْتَ.( صحيح بخاري ج ٣ ص ٦٨)
Artinya : Dari Mujahid, ia berkata: “Aku berkata kepada Ibnu Umar رضي الله عنهما: ‘Sesungguhnya aku ingin berhijrah ke Syam.’ Maka ia menjawab, ‘Tidak ada hijrah lagi, tetapi yang ada adalah jihad. Pergilah, tawarkan dirimu (untuk berjuang). Jika engkau mendapatkan sesuatu (kesempatan untuk berjuang), maka tetaplah. Jika tidak, maka kembalilah.’”. (Shohih Bukhori 3/65)
Dalam konteks hadist tersebut Kiyai Mujib menerangkan bahwa ketika seorang santri hendak bertugas di daerah manapun saat dia dibutuhkan secara jelas (في الظاهر) oleh masyarakat disana, dan Mereka memang benar-benar melakukan nya untuk amar ma’ruf nahi munkar (melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah). Maka Kiyai Mujib menegaskan “lanjutkanlah!”. dengan pesan agar memastikan bahwa keberadaannya di tempat yang baru benar-benar dapat membawa manfaat kepada masyarakat dan umat. Menjadi Ulil amri yang amanah dan berjuang untuk Agama Allah Swt. Akan tetapi, jika keberadaannya tidak memberikan dampak dan manfaat apapun untuk lingkungan sekitarnya, maka akan lebih baik رجعت / kembali ke tempat asal untuk tetap berkontribusi di sana. Karena ditempat yang lama dia juga masih dibutuhkan untuk berjuang di jalan Allah Swt.

Kiyai Mujib juga menambahkan adanya urgensi masyarakat yang menjadikan kebutuhan adanya pemuka agama di setiap tempat/daerah yang membutuhkan. “Kudu onok wong sing pinter ngaji, sing wajib mulang di masyarakat tersebut,” dawuh Kiyai Mujib kala itu ditengah pemaparan hadist tersebut.
Karena dalam Islam sendiri keberadaan pemuka agama memiliki peran utama dalam membimbing, mengajarkan, dan menjaga keutuhan ajaran agama Islam serta menjaga stabilitas keislaman di dalam masyarakat itu sendiri. Mereka adalah sosok penjaga ajaran Islam yang memastikan umat tetap berada di jalan yang benar serta menjadi solusi bagi berbagai permasalahan kehidupan.
Wallahu’alam.
Referensi :
Shohih Bukhori juz 3 cet. Haramain
Marissa D., Taufik A., Peran Pemuka Agama dalam Meningkatkan Spiritualitas Masyarakat, JISS (Journal of Islamic and Social Studies)
Penulis: Nanda Khafita Sari
Editor: Mu’tamid Ihsanillah Lc. M.A.