Kajian Akhlak : Sibuk dengan Ilmu Lebih Utama dari Sholat dan Puasa?

Oleh : Ustdz M. Lukman

Pasuruan, 17 Desember 2025 – Menuntut ilmu sangat diwajibkan atas setiap orang islam. Bahkan mencari ilmu dituntut sejak masih dalam buaian ibu hingga liang lahat. Semua tuntutan ini tidak lain karena ilmu adalah kekhususan dan keistimewaan yang diberikan Allah Swt hanya untuk manusia. Hal ini yang kemudian menyebabkan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Karena dengan ilmu lah seseorang bisa menghantarkan diri menuju kebajikan dan ketaqwaan. 

Begitu juga ibadah, Allah Swt tidak menciptakan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaNya. Dengan ibadah, manusia akan menjalin kedekatan hubungan dengan Tuhan. Karena kedekatan inilah, manusia tidak akan segan-segan untuk meminta kepada Penciptanya di kala sedang dalam keadaan butuh. Dan tidak menutup kemungkinan Allah akan langsung memperkenankan permohonannya, berkah kedekatan hubungan ini. 

Mencari Ilmu dan Ibadah merupakan dua pekerjaan yang harus dilakukan manusia sepanjang hayatnya. Lalu ketika terdapat keadaan dilematis yang mengharuskan seseorang mendahulukan antara mencari ilmu dan beribadah, manakah yang harus diutamakan? Apakah benar pemahaman bahwa menyibukkan diri dengan ilmu lebih utama dari ibadah seperti shalat dan puasa ?

Dari permasalahan ini, kita bisa merujuk pada keterangan Imam an-Nawawi dalam kitab Irsyadul Muta’allim wal Mu’allim. an-Nawawi menyematkan sebuah hadis : 

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ : خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَإِذَا فِي الْمَسْجِدِ مَجْلِسَانِ مَجْلِسٌ يَتَفَقَّهُونَ وَمَجْلِسٌ يَدْعُونَ اللَّهَ، وَيَسْأَلُونَهُ فَقَالَ «كِلَا الْمَجْلِسَيْنِ إلَى خَيْرٍ أَمَّا هَؤُلَاءِ فَيَدْعُونَ اللهَ تَعَالَى وَأَمَّا هَؤُلَاءِ فَيَتَعَلَّمُونَ وَيُفَقِّهُونَ الْجَاهِلَ، هَؤُلَاءِ أَفْضَلُ، بِالتَّعْلِيمِ أُرْسِلْتُ» ثُمَّ قَعَدَ مَعَهُمْ. رَوَاهُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَاجَهْ

“Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash, ia berkata: Rasulullah ﷺ keluar (menuju masjid), lalu beliau mendapati ada dua kelompok majelis. Satu majelis sedang mendalami ilmu agama (berdiskusi fiqh), dan majelis lainnya berdoa kepada Allah serta memohon kepada-Nya. Maka beliau ﷺ bersabda ; “Kedua majelis ini berada dalam kebaikan. Adapun yang ini, mereka berdoa kepada Allah Ta’ala, sedangkan yang ini mereka belajar dan mengajarkan orang yang tidak tahu. Kelompok ini lebih utama. Aku diutus untuk mengajarkan ilmu.” Lalu beliau ﷺ duduk bersama mereka (kelompok yang belajar).” (an-Nawawi, Irsyadul Muta’allim wal Mu’allim, [Indonesia, al-Maktab al-Fardl : tanpa tahun] hal 16).

Dari hadis ini, mengindikasikan bahwa majelis Ilmu lebih utama dari majelis dzikir ataupun ibadah. Nabi sendiri yang memilih untuk ikut bergabung bersama sahabat yang membahas dan mendalami ilmu. Hal ini dilakukan karena salah satu tujuan nabi diutus oleh Allah Swt adalah untuk menjadi Mu’allim, artinya menjadi sosok guru yang membimbing umatnya dari ketidaktahuan menjadi tahu. Lalu sebesar apa keutamaan bergelut diri dengan ilmu dari pada ibadah ? 

Ada banyak jumlah hadist serta atsar sahabat dan tabi’in yang menyebutkan secara detail besaran keutamaan ilmu daripada ibadah, diantaranya :

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ خَرَجَ يَطْلُبُ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ , لِيَرُدَّ بِهِ ضَالًّا إِلَى هُدًى , أَوْ بَاطِلًا إِلَى حَقٍّ , كَانَ كَعِبَادَةِ مُتَعَبِّدٍ أَرْبَعِينَ عَامًا»

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah ﷺ bersabda ; “Barang siapa keluar (berusaha) mencari suatu bab (pembahasan) dari ilmu untuk mengembalikan orang yang tersesat kepada petunjuk, atau membantah kebatilan agar kembali kepada kebenaran, maka itu baginya seperti ibadah seseorang yang beribadah selama empat puluh tahun.” (al-Khatib al-Baghdadi, al-Faqih wal Mutafaqqih, at-Thurats, Juz 1, Hal 97).

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ , قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ , وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ لَهُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ , إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا , وَلَكِنَّهُمْ وَرَّثُوا الْعِلْمَ، «فَمَنْ أَخَذَ» – يَعْنِي: بِهِ – «أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ»

Dari Abu Darda’, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda ; “Keutamaan seorang alim (berilmu) dibandingkan seorang abid (ahli ibadah) seperti keutamaan bulan purnama dibandingkan seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh, para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya (ilmu tersebut), ia telah mengambil bagian yang besar.” (al-Khatib al-Baghdadi, al-Faqih wal Mutafaqqih, at-Thurats, Juz 1, Hal 105).

عَنْ أَنَسٍ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى لِلْعَابِدِ: ادْخُلِ الْجَنَّةَ , فَإِنَّمَا كَانَتْ مَنْفَعَتُكَ لِنَفْسِكَ , وَيُقَالُ لِلْعَالِمِ: اشْفَعْ تُشَفَّعْ , فَإِنَّمَا كَانَتْ مَنْفَعَتُكَ لِلنَّاسِ “ 

Dari Anas, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda; “Pada hari kiamat, Allah Ta’ala berfirman kepada seorang ahli ibadah: ‘Masuklah ke dalam surga, karena ibadahmu hanya bermanfaat untuk dirimu sendiri.’ Dan dikatakan kepada seorang alim (berilmu): ‘Berilah syafaat, maka engkau akan diberi syafaat, karena manfaat ilmumu telah dirasakan oleh banyak orang.'” (al-Khatib al-Baghdadi, al-Faqih wal Mutafaqqih, at-Thurats, Juz 1, Hal 111).

وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه : الْعَالِمُ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللّٰهِ

Dari Ali ra: “Seorang alim (berilmu) memiliki pahala yang lebih besar dibandingkan orang yang berpuasa, mendirikan shalat malam, dan berjuang di jalan Allah.” (an-Nawawi, Irsyadul Muta’allim wal Mu’allim, [Indonesia, al-Maktab al-Fardl : tanpa tahun] hal 19).

وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ وَأَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَا : بَابٌ مِنَ الْعِلْمِ نَتَعَلَّمُهُ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ أَلْفِ رَكْعَةِ تَطَوُّعٍ، وَبَابٌ مِنَ الْعِلْمِ نَعْلَمُهُ عُمِلَ بِهِ أَوْ لَمْ يُعْمَلْ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ مِائَةِ رَكْعَةٍ تَطَوُّعًا

Dari Abu Dzar dan Abu Hurairah ra, mereka berkata: “Satu bab dari ilmu yang kami pelajari lebih kami cintai daripada seribu rakaat shalat sunnah. Dan satu bab dari ilmu yang kami ajarkan—baik diamalkan maupun tidak—lebih kami cintai daripada seratus rakaat shalat sunnah.” (an-Nawawi, Irsyadul Muta’allim wal Mu’allim, [Indonesia, al-Maktab al-Fardl : tanpa tahun] hal 19).

وَعَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ: لَيْسَتْ عِبَادَةٌ بِالصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ وَلَكِنْ بِالْفِقْهِ فِي دِينِهِ. يَعْنِي لَيْسَ أَعْظَمُهَا وَأَفْضَلُهَا الصَّوْمَ بَلْ الْفِقْهَ

Dari Sa‘id bin al-Musayyib, ia berkata: “Ibadah itu bukan hanya dengan puasa dan shalat, tetapi dengan pemahaman (fikih) dalam agama.” Yakni, ibadah yang paling agung dan utama bukanlah sekadar puasa, tetapi memahami agama dengan baik. (an-Nawawi, Irsyadul Muta’allim wal Mu’allim, [Indonesia, al-Maktab al-Fardl : tanpa tahun] hal 21).

Pemahaman yang harus kita perhatikan dari berbagai hadits dan atsar tentang keutamaan menyibukkan diri dengan ilmu atas ibadah adalah dalam konteks ibadah sunnah terlebih pada ibadah fisik yang manfaatnya terbatas pada pelakunya saja. Adapun terkait ibadah wajib maka tidak ada yang bisa mengalahkan keutamaannya. Wajib tetaplah wajib, semua ada porsi dan waktunya masing-masing. Hanya saja ketika kewajiban ibadah telah dilakukan maka tidak ada yang lebih utama dikerjakan selain mencari ilmu. Sebagaimana yang disampaikan Imam Sufyan ats-Tsauri dan Imam as-Syafi’i : 

وَعَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَالشَّافِعِيِّ: لَيْسَ شَيْءٌ بَعْدَ الْفَرَائِضِ أَفْضَلَ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ

Dari Sufyan ats-Tsauri dan asy-Syafi‘i: “Tidak ada sesuatu pun setelah amalan fardhu yang lebih utama daripada menuntut ilmu.” (an-Nawawi, Irsyadul Muta’allim wal Mu’allim, [Indonesia, al-Maktab al-Fardl : tanpa tahun] hal 20).

Pernyataan ini menegaskan bahwa setelah menjalankan kewajiban agama, menuntut ilmu adalah amalan yang paling utama karena ilmu menjadi dasar bagi ibadah yang benar. Apabila manusia memiliki ilmu maka Allah akan disembah, dengan ilmu hak-hak Allah akan ditunaikan dan dengan ilmu agama islam akan mudah tersebar. 

Dan terakhir, tentunya kita perlu mengetahui alasan mengapa ilmu lebih utama daripada sholat, puasa dan tasbih yakni dari berbagai macam ibadah sunnah yang berbentuk fisik. Dalam hal ini Imam Nawawi membeberkan alasannya : 

وَالْحَاصِلُ أَنَّهُمْ مُتَّفِقُونَ عَلَى أَنَّ الاِشْتِغَالَ بِالْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنَ الْإِشْتِغَالِ بِنَوَافِلِ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ وَالتَّسْبِيحِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ نَوَافِلِ عِبَادَاتِ الْبَدَنِ. وَمِنْ دَلَائِلِهِ سِوَى مَا سَبَقَ أَنَّ نَفْعَ الْعِلْمِ يَعُمُّ صَاحِبَهُ وَالْمُسْلِمِينَ وَالنَّوَافِلُ الْمَذْكُورَةُ مُخْتَصَّةٌ بِهِ، وَلِأَنَّ الْعِلْمَ مُصَحِّحٌ فَغَيْرُهُ مِنَ الْعِبَادَاتِ مُفْتَقِرٌ إِلَيْهِ وَلَا يَنْعَكِسُ، وَلِأَنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَلَا يُوصَفُ الْمُتَعَبِّدُونَ بِذَلِكَ، وَلِأَنَّ الْعَابِدَ تَابَعٌ لِلْعَالِمِ مُقْتَدٍ بِهِ مُقَلَّدٌ لَهُ فِي عِبَادَتِهِ وَغَيْرِهَا وَاجِبٌ عَلَيْهِ طَاعَتُهُ وَلَا يَنْعَكِسُ، وَلِأَنَّ الْعِلْمَ تَبْقَى فَائِدَتُهُ وَأَثَرُهُ بَعْدَ صَاحِبِهِ وَالنَّوَافِلُ تَنْقَطِعُ بِمَوْتِ صَاحِبِهَا، وَلِأَنَّ الْعِلْمَ صِفَةٌ لِلهِ تَعَالَى، وَلِأَنَّ الْعِلْمَ فَرْضُ كِفَايَةٍ – أَعْنِي الْعِلْمَ الَّذِي كَلَامُنَا فِيهِ – فَكَانَ أَفْضَلَ مِنْ النَّافِلَةِ، وَقَدْ قَالَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ رحمه الله فِي كِتَابِهِ الْغِيَاثِيِّ: فَرْضُ الْكِفَايَةِ أَفْضَلُ مِنْ فَرْضِ الْعَيْنِ مِنْ حَيْثُ إِنَّ فَاعِلَهُ يَسُدُّ مَسَدَ الْأُمَّةِ وَيُسْقِطُ الْحَرَجَ عَنِ الْأُمَّةِ وَفَرْضُ الْعَيْنِ قَاصِرٌ عَلَيْهِ  

“Kesimpulannya, para ulama sepakat bahwa menyibukkan diri dengan ilmu lebih utama daripada menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah sunnah seperti puasa, shalat, tasbih, dan ibadah fisik lainnya. 

Di antara dalilnya—selain yang telah disebutkan sebelumnya—adalah bahwa manfaat ilmu mencakup baik pemiliknya maupun kaum muslimin secara umum, sedangkan ibadah sunnah hanya bermanfaat bagi pelakunya sendiri. Selain itu, ilmu adalah faktor yang menyempurnakan ibadah lainnya, sehingga ibadah membutuhkan ilmu, sedangkan sebaliknya tidak demikian.

Juga karena para ulama adalah pewaris para nabi, sementara para ahli ibadah tidak memiliki kedudukan tersebut. Selain itu, seorang ahli ibadah adalah pengikut ulama, meneladani mereka dalam ibadah dan lainnya, serta wajib menaati mereka, sementara sebaliknya tidak demikian.

Ilmu juga memiliki manfaat dan pengaruh yang tetap ada setelah pemiliknya wafat, sedangkan ibadah sunnah berakhir dengan wafatnya pelaku. Ilmu juga merupakan salah satu sifat Allah Ta’ala.

Selain itu, ilmu (yang sedang dibahas di sini) adalah fardu kifayah, sehingga lebih utama daripada amalan sunnah. Imam al-Haramain rahimahullah dalam kitab al-Ghiyatsi mengatakan bahwa fardu kifayah lebih utama daripada fardu ‘ain dalam satu aspek, yaitu bahwa pelakunya mencukupi kebutuhan umat dan mengangkat beban kewajiban dari mereka, sementara fardu ‘ain hanya terbatas pada individu yang melaksanakannya.” (an-Nawawi, Irsyadul Muta’allim wal Mu’allim, [Indonesia, al-Maktab al-Fardl : tanpa tahun] hal 23).

Dilihat dari manfaatnya, menuntut ilmu lebih utama daripada ibadah sunnah. Oleh karenanya, bagi orang yang menghadapi situasi dilematis, maka merujuk pada pendapat Imam Nawawi diatas, mencari ilmu ataupun belajar lebih diutamakan.

Kendati demikian, bagi orang-orang utamanya santri dan pelajar yang mendapati waktu cukup luas maka selayaknya dua amalan itu dikerjakan keseluruhan. Bukankah semakin banyak suatu amalan dilakukan, maka semakin besar pula keutamaannya ?

Referensi :

an-Nawawi, Irsyadul Muta’allim wal Mu’allim, al-Maktab al-Fardl

al-Khatib al-Baghdadi, al-Faqih wal Mutafaqqih, at-Thurats

Penulis: Ahmad Syadidul Aqil 

Editor: Mu’tamid Ihsanillah Lc. M.A

case studies

See More Case Studies

Tertarik Untuk Bergabung Menjadi Penulis ?

Daftarkan diri Anda untuk menjadi kontributor penulisan dan berita di situs resmi alyasini.net!

Bergabunglah bersama kami untuk menyampaikan informasi, inspirasi, dan berita terkini seputar Pondok Pesantren Terpadu Al-Yasini. Jadilah bagian dari tim yang turut berkontribusi dalam menyebarkan kabar baik dan edukasi melalui tulisan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi situs resmi kami di alyasini.net. Mari berkarya bersama!

Masukkan Saran dan Kritikan