Kajian Akhlak : Orang Alim Fasiq dibanding Orang Bodoh Ahli Ibadah, Lebih Parah Mana ?

Oleh : Ustdz M. Lukman

Pasuruan, 15 Desember 2025 – Kata Alim berasal dari bahasa arab عَلِمَ yang memiliki arti mengetahui atau mengerti, lalu diubah ke sighat (bentuk) isim fa’il menjadi عَالِمٌ yang berarti orang yang mengetahui atau memiliki pengetahuan. Bisa juga diartikan sebagai orang yang memiliki ilmu, karena nama lain dari pengetahuan itu sendiri adalah ilmu. Adapun maksud dari isim fa’il sendiri adalah kata yang menunjukkan pelaku atau orang yang melakukan suatu perbuatan dalam bahasa arab. Jadi kurang benar, ketika dipahami bahwa kata ‘alim’ diartikan sebagai orang yang sholeh atau suka beribadah yang selama ini diyakini oleh khalayak ramai.

Imam Syafi’i menyebutkan bahwa orang alim yang fasik dan ahli ibadah yang bodoh adalah 2 figur yang meresahkan masyarakat, sebab keduanya tergolong kategori tokoh yang tak layak dijadikan panutan. Lalu sebetulnya lebih parah siapa diantara dua golongan itu ?

Imam al-Ghazali dalam kitab Minhaj at-Thalibin menceritakan sebuah kisah bahwa pada sebagian kelompok manusia terdapat perselisihan pendapat mengenai kemuliaan orang alim yang fasik dan ahli ibadah yang bodoh. Lalu keluarlah salah seorang dari mereka untuk menguji keduanya.

Orang tersebut lalu mendatangi pertapaan ahli ibadah yang bodoh itu, kemudian dengan bersembunyi ia berkata ; “Wahai hambaku, aku telah menerima doamu, dan telah aku ampuni dosa-dosamu, maka tinggalkanlah ibadahmu dan beristirahatlah.”

Lalu ahli ibadah yang bodoh itu langsung menjawab dengan berkata ; “Wahai tuhanku, sesungguhnya aku mengaharapkan ini darimu, saya memujimu dan bersyukur kepadamu, dan sungguh saya telah beribadah sejak waktu yang lama.”

Kemudian orang yang berlagak sebagai tuhan itu menimpali ; “Sungguh engkau telah melakukan kesalahan, dan engkau telah kufur karena kebodohanmu.”

Lalu pergilah orang tersebut ke tempat orang alim yang fasik, menurut sebagian riwayat ketika didatangi keadaan orang alim yang fasik tersebut tengah meminum minuman keras. Kemudian orang tersebut berkata padanya ; “Wahai hambaku, bertakwalah kepadaku, aku adalah tuhanmu, aku telah menutupi dosamu sedangkan engkau tidak malu kepadaku, sungguh aku akan membinasakanmu”.

Kemudian berdirilah orang alim yang fasik itu dengan menghunuskan pedangnya dan keluar dari tempatnya dengan berkata; “Wahai yang terlaknat, engkau tidak mengetahui siapa tuhanmu, sungguh aku akan memberitahukan tuhanmu sekarang.”

Maka larilah orang tersebut menuju golongannya dan menceritakan kejadian yang ia alami hingga mereka semua mengetahui tentang keutamaan dan kemuliaan orang yang berilmu..

Dari kisah tadi dapat dipahami bahwa orang yang berilmu meskipun fasik tetap ilmunya akan menjadi juru selamatnya meskipun saat ini ia masih belum mendapatkan hidayah dengan terus melakukan maksiat. Berbeda dengan orang yang bodoh meskipun telah beribadah sepanjang tahun tapi tetap ia tidak akan paham apa arti dan tujuan ibadah yang ia jalankan, sehingga mudah untuk diperdaya dan dimanipulasi. Sebagaimana yang disampaikan Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad :

والجاهل واقع في ترك الطاعات وفعل المعاصي شاء أم أبى فإنه لا يدري أي شيء الطاعة التي أمره الله بفعلها ولا أي شيء المعصية التي نهاه الله عن ارتكابها ولا يخرج من ظلمات الجهل إلا بنور العلم

“Orang yang jahil (bodoh) pasti terjatuh dalam meninggalkan ketaatan dan melakukan kemaksiatan, baik ia mau ataupun tidak. Sebab, ia tidak mengetahui mana ketaatan yang diperintahkan Allah untuk dilakukannya dan mana kemaksiatan yang dilarang Allah untuk ditinggalkannya. Dan ia tidak akan keluar dari kegelapan kebodohan kecuali dengan cahaya ilmu.” (Abdullah bin Alwi al-Haddad, Risalatul Mudzakarah [Indonesia, Dar al-Hawi : 1998], hal 28).

Orang yang bodoh dalam ibadah juga akan mempengaruhi keabsahan ibadahnya, karena ia beribadah tanpa adanya dasar pengetahuan, sehingga amal ibadahnya tertolak. Sebagaimana Ibnu Ruslan melantunkan dalam syairnya :

وكل من بغير علم يعمل* أعماله مردودة لا تقبل

“Dan setiap orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalannya tertolak dan tidak diterima.” (Ibnu Ruslan, Matan Zubad, [Makkah, Maktabah ats-Tsaqofah : 1984], hal 8).

Dalam kitab Minhaj at-Thalibin, al-Ghazali juga menyebutkan sebuah hadits :

العَالِمُ حَبِيبُ اللَّهِ وَلَوْ كَانَ فَاسِقًا ، وَالجَاهِلُ عَدُوٌّ اللَّهِ وَلَوْ كَانَ عَابِدًا

“Orang alim (berilmu) adalah kekasih Allah meskipun fasik, dan orang bodoh adalah musuhnya Allah meskipun ahli ibadah,” (al-Ghazali, Minhaj at-Thalibin [Kediri, Maktabah al-Ausath : 2023], hal 10).

Hadis tersebut tentu semakin memperkokoh bahwa orang bodoh yang ahli ibadah sejatinya memang bisa dikatakan lebih parah hingga mendapatkan label musuhnya Allah daripada orang alim fasik yang masih tetap disebut sebagai kekasih Allah, sebab ilmu itu memang sesuatu yang mulia dan dapat memberkati pemiliknya. Artinya jika sekarang orang yang berilmu itu masih fasik, berkah ilmunya di kemudian hari ia akan mendapatkan hidayah.

Kendati demikian, tidak kemudian dalil-dalil diatas bisa dijadikan hujjah orang alim boleh berperilaku fasik dan berbuat maksiat. Hanya saja ketika hendak dibandingkan antara orang alim yang fasik dan ahli ibadah yang bodoh masih lebih baik orang alim yang fasik dan tentunya lebih parah ahli ibadah yang bodoh.

Namun alim yang fasik jangan kemudian terlena, sebab ancaman bagi orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya tentu tidak main-main.

قال الحسن البصرى رحمه الله تعالى : أطلبوا هذا العلم طلبا لا يضر بالعبادة، واطلبوا هذه العبادة طلبا لايضر بالعلم. بأن كان الطالب عاملا بمطلوبه الذى هو العلم وإلا دخل في الوعيد الشديد. بأن كان العابد عالما بأحوال عبادته، وإلا كانت أعماله مردودة

“Carilah ilmu ini dengan cara yang tidak merugikan ibadah, dan carilah ibadah dengan cara yang tidak merugikan ilmu. Maksudnya, hendaklah seorang penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, jika tidak, ia akan masuk dalam ancaman yang berat. Demikian pula, hendaklah seorang ahli ibadah memahami ilmu tentang ibadahnya, jika tidak, amalannya akan tertolak.” (Ihsan Muhammad Dahlan, Sirajut Thalibin [Indonesia, al-Haramain : tanpa tahun], Juz 1 hal 76).

فعالم بعلمه لم يعملن * معذب من قبل عباد الوثن

“Seorang alim (berilmu) yang tidak mengamalkan ilmunya, akan disiksa sebelum para penyembah berhala.” (Ibnu Ruslan, Matan Zubad, [Makkah, Maktabah ats-Tsaqofah : 1984], hal 8).

Pada intinya, baik orang alim yang fasik dan ahli ibadah yang bodoh keduanya memiliki resiko yang sama beratnya. Mencari ilmu dan beribadah adalah sama-sama perintah Allah Swt yang kewajibannya terus ada selama kita masih hidup. Maka jika sekarang kita masih serba berkekurangan dalam hal menuntut ilmu dan beribadah, tetap saja kita lakukan sembari kita terus memperbaiki diri hingga menjadi hamba-hamba yang diridhoi Allah Swt.

Referensi :

al-Ghazali, Minhaj at-Thalibin, Maktabah al-Ausath

Abdullah bin Alwi al-Haddad, Risalatul Mudzakarah, Dar al-Hawi

Ibnu Ruslan, Matan Zubad, Maktabah ats-Tsaqofah

Ihsan Muhammad

Dahlan, Sirajut Thalibin, al-Haramain

Penulis: Ahmad Syadidul Aqil 

Editor: Mu’tamid Ihsanillah Lc. M.A

case studies

See More Case Studies

Tertarik Untuk Bergabung Menjadi Penulis ?

Daftarkan diri Anda untuk menjadi kontributor penulisan dan berita di situs resmi alyasini.net!

Bergabunglah bersama kami untuk menyampaikan informasi, inspirasi, dan berita terkini seputar Pondok Pesantren Terpadu Al-Yasini. Jadilah bagian dari tim yang turut berkontribusi dalam menyebarkan kabar baik dan edukasi melalui tulisan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi situs resmi kami di alyasini.net. Mari berkarya bersama!

Masukkan Saran dan Kritikan