Oleh : Ustadz Muhammad Nur Fuad, M. Pd.
PASURUAN, 15 Maret 2025 –Nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah yang diutus oleh Allah untuk memimpin umat di dunia. Di masa Rasulullah masih hidup umat Islam bersatu padu tanpa ada perpecahan sama sekali. Dan Rasulullah adalah sebaik-baiknya pemimpin, karena Rasulullah telah berhasil membangun persatuan dan kerukunan di kalangan umat Islam. Kepemimpinan Rasulullah menjadi contoh ideal dalam membina persatuan umat serta menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis.
Keberhasilan kepemimpinan Rasulullah telah banyak dikisahkan baik di dalam Al-Qur’an, Hadits atau di kitab-kitab kolosal (kitab salaf). Kisah keberhasilan kepemimpinan Rasulullah juga dijelaskan di dalam kitab Kawakibul Lama’ah, kitab rujukan Ahlussunnah Wal Jamaah.
اعْلَمْ أَنَّ الْمُسْلِمِينَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ أُمَّةٌ وَاحِدَةٌ لَمْ يَخْتَلَفُوْا فِيْ عَقَائِدِهِمْ وَلَافِى أَعْمَالِهِمْ اخْتِلَافًا يُؤَدِّى إلَى التَّفَرَّقِ وَالتَّحَزَّبِ وَالتَّصَّبِ كَمَا مَدَحَهُمُ اللّٰهُ تَعَالٰى بِذٰلِكَ فى كِتَابِهِ الكَرِيْمِ
“Ketahuilah bahwasanya sesungguhnya kaum muslimin di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ( Senin, 02 Rabiul Awal 11 H /08 Juni 632 M) adalah sebuah umat yang satu. Sehingga mereka belum pernah mengalami perbedaan baik dalam aqidah maupun dalam pengamalan, perbedaan yang mengantarkan pada perpecahan, tergolong-golong dan terkotak-kotak sebagaimana Allah sanjung di beberapa ayat pada kitab sucinya yang mulia.” (Kitab Syarh Kawakibul Lamah hal.5)
Pada konteks ini Ustadz Fuad menambah penjelasan bahwasannya tidak adanya permasalahan atau problematika baik itu agama, sosial keluarga dikarenakan permasalahan itu langsung ditanyakan dan diselesaikan oleh Rasulullah SAW. Sehingga umat Islam rukun dan tidak ada perpecahan sama sekali. Adanya perpecahan atau golongan-golongan seperti munculnya nabi palsu itu ada semenjak pemerintahannya Sayyidina Abu Bakar dan semakin bertambah pada masa pemerintahan Sayyidina Umar bin Khattab. Sedangkan pada masa pemerintahan Sayyidina Utsman, dia terbunuh secara tragis dan perpecahan golongan-golongan itu muncul kembali serta semakin meledak atau meluas jumlahnya pada masa pemerintahan Sayyidina Ali dan Muawiyah.
Di dalam Al-Quran telah dijelaskan mengenai tidak boleh adanya perpecahan setelah datangnya petunjuk, seperti pada surah Ali Imran ayat 103 dan 105:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali Imran ayat 103)
وَقَالَ تَعَالَى: وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُو۟لَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (QS. Ali Imran ayat 105)
Keberhasilan Rasulullah dalam mewujudkan kerukunan dan persaudaraan Islam ditunjukkan pada sikap Rasulullah yang bersikap tegas pada orang kafir dan bersikap belas kasih atau penuh rahmah saat bersama para Sahabat.
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”(QS. Al-Fath: 29)
Ustadz Fuad juga memberikan contoh kisah pada masa Rasulullah, bagaimana cara Rasul menyelesaikan permasalahan pada umatnya:
Pada zaman Rasulullah sempat terjadi perselisihan antara umatnya yakni antara Arab Badui dengan ke-4 sahabat Rasulullah. Dimana seorang Arab Badui itu mengalami kebingungan karena perceraian yang diucapkannya terdapat batas waktu, sedangkan Arab Badui itu tidak mengetahui hukum perceraian. Hal ini menimbulkan pertanyaan sampai kapan masa Iddah nya, untuk mendapatkan jawaban, ia mendatangi empat sahabat utama Rasulullah (Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib).
Namun jawaban ke-4 sahabat itu berbeda-beda dan ini membuat Arab Badui itu semakin bingung. Maka, ia pun memutuskan untuk menemui langsung Rasulullah untuk mendapatkan kepastian hukum. Ketika ia menceritakan pertanyaannya, Rasulullah dengan penuh hikmah menjawab:
“Keempat jawaban itu benar, karena masing-masing mengambil dalil dari Al-Qur’an sesuai dengan pemahaman mereka.”
Jawaban Rasulullah ini menunjukkan keluasan ilmu dan hikmah dalam Islam, serta cara Rasulullah yang memberikan keputusan tanpa menyebabkan perselisihan antara satu dengan yang lain. Kisah ini menunjukkan keberhasilan Rasulullah dalam mewujudkan kerukunan dan persaudaraan islam.

Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya Rasulullah adalah sebaik-baiknya pemimpin, beliau begitu bijaksana dalam menyatukan umat dari berbagai latar belakang. Dari keteladanan tersebut, dapat disimpulkan bahwa persaudaraan dan kerukunan dalam Islam dapat terwujud jika umat Islam meneladani sikap dan ajaran Rasulullah. Dengan menerapkan nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan persatuan, umat Islam akan mampu hidup dalam harmoni dan menjauhi perpecahan.
Referensi:
Kitab Syarah Kawakibul Lama’ah Fii Tahqiqil Musamma Biahli Sunnah Waljama’ah, Syaikh Al-‘Alim Al-‘Allamah Abi Fadl Bin ‘Abd Syakur, Senori Tuban, Cet. Maktabah Al-Fadhliy
Penulis: Ida Hidayati
Editor: Mu’tamid Ihsanillah, Lc., M.A.