Oleh : K.H. Abdul Mujib Imron S.H. M.H.
PASURUAN, 08 Maret 2025 –Secara harfiah, kata مبارك adalah isim maf’ul diambil dari kata بارك yang berarti orang – orang yang diberikan berkah/ kebajikan yang melimpah. Kata tersebut memiliki pemahaman meminta kebaikan yang banyak, seperti memohon kesembuhan dari Allah swt. melalui perantara seorang muslim yang soleh dan diberkati dengan posisinya yang tinggi di sisi Allah swt. Jadi orang yang mencari berkah melalui diri nabi saw. atau orang-orang soleh sesungguhnya tidak lain adalah meminta kebaikan yang banyak dari Allah swt., dengan perantaraan orang-orang yang diberkati.
Peristiwa ini dicontohkan oleh sahabat-sahabat nabi dan ummahatul mukminin Sayyidah Ummi Kultsum dalam redaksi hadist nabi kitab Shohih Bukhori juz 3 hal. 69 yang diriwayatkan oleh Abi Musa r.a. Disebutkan :
حدثنا محمد بن العلاء حدثنا أبو أسامة عن بريد بن عبد الله عن أبي بردة عن أبي موسى رضي الله عنه قال : كنت عند النبي صلى الله عليه وسلم وهو نازل بالجعرانة بين المكة والمدينة ومعه بلال فأتى النبي صلى الله عليه وسلم أعرابيٌّ فقال : أَلاَ تُنْجِزُ لي ما وعدتني فقال له أبشر فقال قد أكثرت عليَّ من أبشر فأقبل على أبي موسي وبلال كهيئة الغضبان فقال : ردّ البشرى فأقبلا أنتما قالا قبلنا ثم دعا بقدح فيه ماء فغسل يديه ووجهه فيه ومجّ فيه ثم قال إشرابا منه وأفرغ علي وجوهكما ونحوركما وأبشرا فأخدا القدح ففعلا فنادت أم سلمة من وراء الستر أن أفضلا لأمكما فأفضلا لها منه طائفة. ( صحيح بخاري جز ٣ صه ٦٩)
Artinya : dari sahabat Abu Musa رضي الله عنه, beliau berkata, Aku pernah berada di sisi Nabi ﷺ ketika beliau singgah di Ji’ranah (sebuah tempat di antara Mekah dan Madinah), bersama Bilal. Kemudian datanglah seorang Arab Badui kepada Nabi ﷺ dan berkata, “Tidakkah kamu menepati janji yang telah kamu buat untukku?”. Lalu beliau ﷺ bersabda, “Bergembiralah!”. Namun orang itu menjawab, “Engkau sudah terlalu banyak mengatakan ‘bergembiralah’ saya.” Mendengar itu, Nabi ﷺ pun menghadap Abu Musa dan Bilal dalam keadaan seperti marah, lalu bersabda, “Kembalikan kabar gembira itu kepada orang lain!”. Kemudian Abu Musa dan Bilal menerimanya. Lalu Nabi ﷺ meminta sebuah bejana berisi air. Beliau ﷺ mencuci kedua tangan dan wajahnya di dalamnya, kemudian berkumur dari bejana tersebut. Setelah itu, beliau ﷺ bersabda, “Minumlah sebagian darinya, dan siramkan ke wajah serta leher kalian, dan bergembiralah!”. Maka keduanyapun mengambil bejana itu dan melakukannya. Kemudian Ummu Salamah berkata dari balik tirai “Sisakan juga untuk ibumu (ummul mukminin)”. Maka mereka pun menyisakan sebagian dari air yang ada. (Shohih Bukhori 3/69)

Dalam konteks hadist tersebut Kiyai Mujib mengisyaratkan bahwa bolehnya ber-tabarruk pada air lebihan nabi seperti yang dilakukan oleh sahabat Abu Musa, Bilal, dan Ummi Kultsum yang meminum air lebihan nabi sebagai wujud tabarruk agar diberkahi selayaknya Nabi saw dengan wasilah air lebihan tadi. Sepertihalnya demikian, di zaman modern ini kita juga diperbolehkan tabarruk pada ulama’ dan salafus sholih sebagai wujud meminta keberkahan dan manfaat darinya dan agar dimohonkan keberkahan kepada Allah SWT. Oleh karena itu selayaknya umat muslim yang hendak melakukan Tabarruk harus memahami betul eksistensi dari tabarruk itu sendiri.
Referensi :
Shohih Bukhori juz 3 cet. Haramain,
Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim juz 17 cet. 2 bairut dar ihya’,
Nasrullah N., Konsep Tabarruk dalam Perspektif Hadist, Al-Afkar Jurnal for Islamic Studies
Editor: Agus Mu’tamid Ihsanillah
Penulis: Nanda Khafita Sari