Oleh : Agus H. Ali Wafi
Pasuruan, 18 Maret 2025 – Khawarij adalah salah satu kelompok yang menjadi cikal bakal ekstrimisme dalam Islam, pengaruhnya menjadikan benih-benih separatis dimasa depan. Islam agama yang ramah akan menjadi marah ditangan Khawarij. Citra Rahmat lil ‘Alamin perlahan tercoreng dengan kehadiran kelompok-kelompok ekstrimis yang berwajah intoleran dan benci sesama umat muslim.
Khawarij lahir dalam sebuah tragedi antar sahabat dimasa lalu, pemimpin Islam kala itu Sahabat Ali bin Abi Thalib adalah Khalifah dalam puncak perseteruan umat Islam. Bermula dari terbunuhnya sahabat Ustman bin Affan sekaligus Khalifah ketiga sebelum Sayyidina Ali umat Islam mulai berpecah dan timbul perbedaan pendapat.
Dalam kitab al-Kawakibul al-Lamma’ah karangan Kiai Fadhol Senori, kala Sayyidina Ustman terbunuh, umat Islam terbagi menjadi 3 kelompok, kelompok pertama adalah orang yang marah dan menuntut atas pembunuhan Ustman agar segera dilakukan had dan qishas, kelompok pertama ini mayoritas keluarga dari Sahabat Ustman. Kelompok kedua adalah orang yang berpendapat bahwa sebaiknya umat Islam mengangkat Khalifah yang baru, kelompok kedua ini diikuti oleh mayoritas sahabat Rasulullah. Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang merasa bahwa mereka telah bertindak benar dengan membunuh Utsman sehingga tidak perlu qishas.
Setiap perpecahan dan perbedaan pendapat, kalangan mayoritaslah yang bakal mendominasi suara umat Islam. Kelompok yang berpendapat untuk segera mengangkat Khalifah yang baru akhirnya berhasil mengangkat Sahabat Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah keempat dan penerus kepemimpinan sahabat Utsman bin Affan. Pendapat dan keputusan ini di amini oleh mayoritas para sahabat di Madinah.
Para sejarawan berbeda pendapat tentang awal munculnya kelompok Khawarij. Dalam masa Khalifah Ali, ada dua kelompok besar yang mewarnai peradaban umat Islam, kelompok pertama adalah pendukung Ali sebagai khalifah penerus, ini didukung oleh mayoritas sahabat seperti yang telah disinggung diatas. Kelompok kedua adalah kelompok oposisi yang mayoritas dihuni oleh famili sahabat Utsman, ada dua tokoh besar dalam kelompok oposisi, yaitu Sayyidah Aisyah dan sahabat Muawiyah bin Abi Shufyan.

Kelompok oposisi Sayyidah Aisyah yang pertama kali bentrok dengan pemerintah khalifah Ali, dan dimenangkan oleh khalifah Ali dalam peperangan Jamal. Selanjutnya disusul oleh sahabat Muawiyah yang bentrok dengan khalifah Ali, perang saudara ini terkenal dengan perang shiffin dan berakhir dengan tahkim (pengadilan) dengan Al-Qur’an.
Tahkim adalah harapan Muawiyah bin Abi Shufyan untuk merebut kursi kepemimpinan sayyidina Ali, dan tahkim juga menunjukkan kepada sahabat yang hadir tentang kepemimpinan yang baru. Kiai Fadhol menyebutkan:
وانتج هذا التحكيم إذا معاوية بن أبي سفيان أملا عظيما فى تولى خلافة المسلمين حيث بايعه بها كثير من اصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم لاعتقادهم فيه الكفاية وحسن السياسة وانتج فى جيش على الافتراق
“Bagi Muawiyah bin Abi Shufyan tahkim ini membuahkan harapan besar untuk mengambil alih kepemimpinan umat Islam, sekiranya ia dibaiat oleh mayoritas sahabat Nabi. Ini karena keyakinan mereka (para sahabat) bahwa Muawiyah memiliki kecakapan dan kemampuan memimpin. Namun tahkim bagi tentara Ali malah membuahkan perpecahan”
Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa-nya mengungkapkan hasil akhir tahkim atau arbitrase ini memenangkan pihak Mu’awiyah sehingga diangkatlah Mu’awiyah sebagai khalifah selanjutnya. Pasca tahkim sahabat Ali nampak enggan untuk mempertahankan kepemerintahannya, dalam hal ini membuat banyak orang yang semula pendukungnya sahabat Ali merasa kecewa dan keluar dari barisan Ali lalu mulai memeranginya.
Para sejarawan berpendapat bahwa orang yang kecewa dan keluar dari barisan pendukung sahabat Ali inilah yang di sebut dengan kelompok Khawarij. Kiai Fadhol menerangkan:
(وخرجت طائفة من طاعته( اى على رضى الله عنه ونصبوا له راية الخلاف وناجزوه بالقتال فسمي هؤلاء بالخوارج
“Ada satu kelompok yang keluar dari barisan Sayyidina Ali, mengangkat panji perlawanan, dan berperang melawan Ali. Mereka ini yang disebut dengan Khawarij”.
Kelompok Khawarij ini tidak segan-segan menganggap sahabat Muawiyah adalah kafir, karena menantang pemerintahan yang sah dan merampas kekuasaan serta kepemimpinan sayyidina Ali. Khawarij juga menganggap sayyidina Ali adalah kafir, karena menerima keputusan tahkim atau arbitrase.
Imam Syahrastani dalam Milal wa Nihal, berpendapat:
كل من خرج على الإمام الحق الذي اتفقت الجماعة عليه يسمى خارجياً، سواء كان الخروج في أيام الصحابة على الأئمة الراشدين أو كان بعدهم على التابعين لهم بإحسان والأئمة في كل زمان
“Setiap orang yang keluar menentang pemimpin yang sah yang telah diputuskan oleh masyarakat disebut sebagai Khawarij, baik penentangan itu terjadi di masa sahabat terhadap para Khulafaur Rasyidin atau terjadi setelah mereka terhadap para tabiin yang baik dan para pemimpin di setiap zaman”.
Sejalan dengan apa yang kemukakan Imam Syahrastani, Kiai Fadhol juga menegaskan bahwa setiap warga negara yang menentang pemimpin yang sah, tidak sepakat dengan pemimpin yang telah disepakati oleh semua warga negara maka disebut Khawarij.
Bisa dikata, kaum ekstrimis dan intoleran yang tidak percaya dengan negaranya sendiri, tidak percaya dengan indahnya perbedaan, memilih berontak terhadap pemerintah yang sah, separatis terhadap saudara dan bangsanya sendiri adalah kelompok-kelompok yang berpikiran Khawarij. Kelompok inilah yang bakal mencoreng citra Islam di dunia, alih-alih mengembalikan Islam dengan utuh malah menganggap saudara seimannya menjadi halal darahnya disebabkan perbedaan pendapat dengan mereka. Allahu ‘alam.
Referensi: Kawakibul lammaah, Al-Milal wa an-Nihal, Tarikh al-Khulafa.
Penulis: Fathul Rozak
Editor: M. Mu’tamid Ihsanillah Lc., M.A.