PASURUAN, 26 Maret 2025 –Malam Lailatul Qadar adalah malam yang sangat dinantikan oleh seluruh umat muslim di dunia. Malam di bulan Ramadhan yang memiliki keistimewaan pahala melebihi dari seribu bulan atau setara dengan 83 tahun 4 bulan. Ibadah semalam namun pahalanya begitu besar. Malam Lailatul Qadar masih menjadi misteri dan rahasia kapan datangnya dan tidak ada yang tau, yang ada hanyalah pertanda akan adanya malam Lailatul Qadar. Ulama masyhur mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar jatuh di antara malam ganjil di 10 malam terakhir bulan Ramadhan, untuk itu umat muslim disunnahkan untuk meningkatkan ibadah pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan.
حَدَّثَنَا حَيْوَة بْنُ شُرَيح، حَدَّثَنَا بَقِيَّة، حَدَّثَنِي بَحير بْنُ سَعْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَان، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لَيْلَةُ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْبَوَاقِي، مَنْ قَامَهُنَّ ابْتِغَاءَ حِسْبَتِهِنَّ، فَإِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وَهِيَ لَيْلَةٌ وِتْرٍ: تِسْعٍ أَوْ سَبْعٍ، أَوْ خَامِسَةٍ، أَوْ ثَالِثَةٍ، أَوْ آخِرِ لَيْلَةٍ”. وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إن أَمَارَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَة، كَأَنَّ فِيهَا قَمَرًا سَاطِعًا، سَاكِنَةٌ سَجِيَّةٌ، لَا بَرْدَ فِيهَا وَلَا حَرَّ، وَلَا يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ يُرمَى بِهِ فِيهَا حَتَّى تُصْبِحَ. وَأَنَّ أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً، لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَلَا يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ”
Telah menceritakan kepada kami Haiwah bin Syuraih, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah. telah menceritakan kepadaku Bujair bin Sa’ad dan Khalid bin Ma’dan: dari Ubadah ibn Samit, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Lailatul Qadar terdapat di malam sepuluh yang terakhir (dari bulan Ramadhan); barangsiapa yang melakukan qiyam padanya karena mengharapkan pahala di malam-malam tersebut, maka Allah memberi ampunan baginya atas semua dosanya yang terdahulu dan yang kemudian. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang ganjil, yang jatuh pada malam dua puluh sembilan, atau dua puluh tujuh, atau dua puluh lima, atau dua puluh tiga, atau malam yang terakhir. Rasulullah saw. telah bersabda pula: Sesungguhnya pertanda Lailatul Qadar ialah cuacanya bersih lagi terang seakan-akan ada rembulannya, tenang, lagi hening; suhunya tidak dingin dan tidak pula panas, dan tiada suatu bintang pun yang dilemparkan pada malam itu sampai pagi hari. Dan sesungguhnya pertanda Lailatul Qadar itu di pagi harinya matahari terbit dalam keadaan sempurna, tetapi tidak bercahaya seperti biasanya melainkan seperti rembulan di malam purnama, dan tidak diperbolehkan bagi setan ikut muncul bersamaan dengan terbitnya matahari di hari itu. (Tafsir Ibnu Katsir QS Al-Qadr ayat 5)
Adapun beberapa pendapat mengenai jatuhnya malam Lailatul Qadar di 10 malam terakhir bulan Ramadhan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah saw bersabda:
“تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ”
“Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 2017, Muslim No. 1169)
Dalam kitab Risalah Fi Shiyam menjelaskan secara detail pendapat para ulama terkait jatuhnya malam Lailatul Qadar.
يسن ويتأكد إكثار العبادة في العشر الأواخر من رمضان رجاء مصادفة ليلة القدر التي العمل فيها خير من العمل في ألف شهر، فهي ترجى في أوتار العشر الأواخر، وأرجاها عند الشافعي ليلة الحادي والثالث والعشرين. وقال الغزالي وغيره : أنها تعلم فيه من اليوم الأول من الشهر، فإن كان أوله يوم الأحد أو يوم الأربعاء فهي ليلة تسع وعشرين، أو يوم الإثنين فهي ليلة تسع وعشرين، أو يوم الاثنين فهي ليلة وعشرين، أو الخميس فهي ليلة خمس وعشرين أو السبت فهي ليلة ثلاث وعشرين. وقال بعضهم : منذ بلغت سن الرجال ما فاتتني ليلة القدر بهذه القاعدة.
Disunnahkan dan sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dengan harapan dapat bertepatan dengan malam Lailatul Qadar, di mana amal ibadah pada malam itu lebih baik daripada amal selama seribu bulan. Malam ini diharapkan terjadi pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir. Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa malam yang paling diharapkan sebagai Lailatul Qadar adalah malam ke-21 dan ke-23. Imam Al-Ghazali dan ulama lainnya berpendapat bahwa malam Lailatul Qadar dapat diketahui berdasarkan hari pertama bulan Ramadhan. Jika awal Ramadhan jatuh pada: Hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar terjadi pada malam ke-29. Hari Senin, maka terjadi pada malam ke-21. Hari Kamis, maka terjadi pada malam ke-25. Hari Sabtu, maka terjadi pada malam ke-23. Sebagian ulama berkata: “Sejak aku mencapai usia dewasa, aku tidak pernah melewatkan Lailatul Qadar berdasarkan kaidah ini.” (Kitab Risalah Fi Shiyam halaman 37-38)
Malam ini 26 Maret 2025 bertepatan dengan malam 27 Ramadhan 1447, sebagian besar ulama berpendapat mengenai malam Lailatul Qadar yang jatuh pada malam 27 Ramadhan.
عن زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ يَقُولُ سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقُلْتُ إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ مَنْ يَقُمُ الْحَوْلَ يُصِبْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَقَالَ رَحِمَهُ اللَّهُ أَرَادَ أَنْ لَا يَتَّكِلَ النَّاسُ أَمَا إِنَّهُ قَدْ عَلِمَ أَنَّهَا فِي رَمَضَانَ وَأَنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَأَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعِ وَعِشْرِينَ ثُمَّ حَلَفَ لَا يَسْتَثْنِي أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعِ وَعِشْرِينَ فَقُلْتُ بِأَيِّ شَيْءٍ تَقُولُ ذَلِكَ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ قَالَ بِالْعَلَامَةِ أَوْ بِالْآيَةِ الَّتِي أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لَا شُعَاعَ لَهَا.
Dari Zirr bin Hubaisy RA dia berkata, “Aku pernah bertanya pada Ubay bin Ka’ab RA, lalu aku berkata, ‘Saudaramu, Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Siapa beribadah setahun penuh, maka ia akan mendapatkan Lailatul Qadar.” Lalu Ubay bin Ka’ab berkata, “Ibnu Mas’ud bermaksud agar orang-orang tidak menyempitkan (waktu untuk beribadah). la sudah tahu bahwa Lailatul Qadar ada di bulan Ramadhan, pada sepuluh malam yang terakhir, yaitu pada malam ke-27.’ Kemudian Ubay bin Ka’ab bersumpah tanpa pengecualian bahwa Lailatul Qadar ada pada malam ke-27. Aku bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, ‘Atas dasar apa kamu berkata demikian, wahai Abu Mundzir?’ la menjawab, ‘Atas dasar tanda yang telah diberitahukan kepada kami oleh Rasulullah saw bahwa pada hari itu matahari tidak memancarkan sinarnya.” (HR Muslim 1/525)
Al-Hafidz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّبَرِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ وَعَاصِمٍ، أَنَّهُمَا سَمِعَا عِكْرِمَةَ يَقُولُ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: جَمَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَصْحَابَ النَّبِيِّ ﷺ فَسَأَلَهُمْ عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ. فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: إِنِّي لَأَعْلَمُ – أَوْ أَظُنُّ – أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ. فَقَالَ عُمَرُ: أَخْبِرْنَا بِهَا. فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: سَابِعَةٌ تَمْضِي مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، أَوْ سَابِعَةٌ تَبْقَى. فَقَالَ عُمَرُ: مِنْ أَيْنَ عَلِمْتَ ذَلِكَ؟ قَالَ: خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ سَبْعًا، وَالْأَرْضِينَ سَبْعًا، وَجَعَلَ تَطْوَافَ الْبَيْتِ سَبْعًا، وَالسَّعْيَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ سَبْعًا، وَرَمْيَ الْجِمَارِ سَبْعًا، وَيُؤْكَلُ الطَّعَامُ مِنْ سَبْعَةِ أَعْضَاءٍ، وَيَسْجُدُ الْإِنْسَانُ عَلَى سَبْعَةِ أَعْضَاءٍ. فَقَالَ عُمَرُ: لَقَدْ فَطِنْتَ لِمَا لَمْ يَفْطَنْ لَهُ أَحَدٌ.
Al-Hafidz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim Ad-Dubri, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah dan Asim; keduanya pernah mendengar Ikrimah mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. mengundang semua sahabat, lalu menanyakan kepada mereka tentang Lailatul Qadar, maka mereka sepakat mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar berada di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan.
Ibnu Abbas melanjutkan, bahwa lalu ia berkata kepada Umar, “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui atau merasa yakin di malam keberapakah Lailatul Qadar berada?” Umar bertanya, “Kalau begitu, katakanlah di malam ke berapakah ia berada?” Ibnu Abbas menjawab, bahwa Lailatul Qadar adanya pada sepuluh malam terakhir Ramadhan bila telah berlalu tujuh malam, atau bila tinggal tujuh malam lagi.
Umar bertanya, “Dari manakah kamu mengetahui hal itu?” Ibnu Abbas menjawab, bahwa Allah telah menciptakan langit tujuh lapis, bumi tujuh lapis, hari-hari ada tujuh, dan bulan berputar pada tujuh (manzilah). Manusia diciptakan dari tujuh (lapis bumi), makan dengan tujuh anggota, sujud dengan tujuh anggota, tawaf tujuh kali, melempar jumrah tujuh kali, dan lain sebagainya. Maka Umar berkata, “Sesungguhnya engkau mempunyai pandangan yang jeli yang kami tidak menyadarinya.” Dan tersebutlah bahwa menurut riwayat Qatadah, ia menambahkan dalam perkataan Ibnu Abbas sesudah mengatakan bahwa manusia makan dengan tujuh anggota, yaitu firman Allah Swt. yang mengatakan: lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran. (‘Abasa: 27-28), hingga akhir ayat. (Tafsir Ibnu Katsir QS Al-Qadr 1-5).

Dari penjelasan diatas, walaupun sebagian ulama berpendapat bahwa jatuhnya Lailatul Qadar adalah pada malam 27 Ramadhan, tapi tidak ada yang mengetahui kepastian tersebut, hanya Allah yang mengetahuinya. Untuk itu kita sebagai umat muslim dianjurkan tidak hanya meningkatkan ibadah pada malam tersebut, tetapi menghidupkan di seluruh bulan Ramadhan, khususnya sepuluh malam terakhir dengan keimanan dan keikhlasan. Dengan cara ini, peluang untuk mendapatkan keberkahan Lailatul Qadar semakin besar, sehingga amal ibadah yang dilakukan bernilai lebih baik dari seribu bulan.
Referensi:
Kitab Risalah Fi Shiyam oleh Habib Abdullah bin Husein ditahqiq oleh Habib Zein bin Ibrahim bin Smith halaman 37-38
Tafsir Ibnu Katsir QS Al-Qadr 1-5
Penulis: Ida Hidayati
Editor: M. Mu’tamid Ihsanillah, Lc., M.A.