Kajian Tafsir Qur’an: Siapakah Kaum Tubba’?

Oleh : K.H. Abdul Mujib Imron S.H. M.H.

PASURUAN, 22 Maret 2025 –Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang di dalamnya berisi tentang perintah dan larangan Allah terhadap hamba-Nya. Tidak hanya itu, Al-Qur’an juga menceritakan tentang sejarah kaum-kaum terdahulu sebagai pelajaran untuk generasi berikutnya. Dalam berbagai ayat, Allah menceritakan tentang kaum yang diberi nikmat namun durhaka, sehingga akhirnya dihancurkan sebagai bentuk peringatan bagi umat manusia. Kisah-kisah ini menunjukkan bagaimana kebangkitan dan kejatuhan suatu kaum bergantung pada ketaatan mereka terhadap Allah.

Beberapa diantara kaum yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah Kaum ‘Ad, Kaum Tsamud, Kaum Luth, Kaum Fir’aun, dan Kaum Tubba’. Mereka memiliki peradaban yang maju, namun karena kesombongan dan keingkaran mereka terhadap perintah Allah serta penolakan terhadap para nabi-Nya, mereka mengalami kehancuran.

Kisah-kisah ini menjadi pengingat bagi umat manusia bahwa kebesaran dan kejayaan duniawi tidak akan berarti jika tidak diiringi dengan keimanan dan ketakwaan. Dengan memahami sejarah kaum terdahulu, kita dapat mengambil pelajaran agar tidak mengulangi kesalahan mereka dan senantiasa berada di jalan yang lurus.

Lantas, siapakah kaum Tubba’ itu? kaum Tubba’ adalah kaum yang diceritakan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam surah Ad-Dukhan ayat 37. Mereka merupakan penduduk dari kerajaan Himyar di Yaman dan dikenal sebagai kaum yang memiliki peradaban maju serta pengaruh besar di Semenanjung Arab. Namun, sebagaimana umat-umat terdahulu lainnya, mereka mengalami kehancuran akibat keingkaran mereka terhadap Allah.

اَهُمْ خَيْرٌ اَمْ قَوْمُ تُبَّعٍۙ وَّالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۗ اَهْلَكْنٰهُمْ اِنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

“Apakah mereka (kaum musyrikin) yang lebih baik atau kaum Tubba’, dan orang-orang yang sebelum mereka yang telah Kami binasakan karena mereka itu adalah orang-orang yang sungguh berdosa” (QS. Ad-Dukhan ayat 37)

Dalam Tafsir Showi menjelaskan bahwasannya Tubba’ yaitu Dialah Tubba’ al-Himyari Abu Karb yang bernama As’ad dari kaum Anshar, seorang raja dari Dinasti Tubba’. Kyai Mujib menambah penjelasannya mengenai Tubba’, bahwasannya dalam beberapa riwayat menjelaskan bahwasannya Tubba’ adalah nabi dan ada pula yang mengatakan bahwasannya dia hanyalah orang shalih (seorang raja yang beriman). Dahulu orang Himyar (kaum Saba’) bila mengangkat seorang raja, mereka menjulukinya dengan gelar Tubba’. 

Riwayat dari Ibnu Abbas menyatakan:

لَا تَسُبُّوا تُبَّعًا، فَإِنَّهُ كَانَ نَبِيًّا

“Janganlah kalian mencela Tubba’, karena sesungguhnya dia adalah seorang nabi.”

(Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Dalā’il an-Nubuwwah)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: “لَا تَسُبُّوا تُبَّعًا فَإِنَّهُ كَانَ رَجُلًا صَالِحًا

 Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

“Janganlah kalian mencela Tubba’, karena sesungguhnya dia adalah seorang yang shalih.”

وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بن لَهِيعَة عَنْ أَبِي زُرْعَة -يَعْنِي عَمْرَو بْنَ جَابِرٍ الْحَضْرَمِيَّ-قَالَ: سَمِعْتُ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ السَّاعِدِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَسُبُّوا تُبَّعًا؛ فَإِنَّهُ قَدْ كَانَ أَسْلَمَ

“Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi’ah, dari Abu Zar’ah (Yakni Amr ibnu Jabir Al-Hadrami) yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sahl ibnu Sa’d As-Sa’idi r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian mencaci Tubba’, karena sesungguhnya dia adalah orang yang telah masuk Islam.”

Hadits-hadits di atas bersumber dari Tafsir Ibnu Katsir Juz 7, halaman 239 (cetakan Dar Thayyibah, Riyadh) dan Juz 11, halaman 502 versi terjemahan Tafsir Ibnu Katsir. Dalam Tafsir Ibnu Katsir ini menyatakan bahwasannya pendapat yang lebih kuat adalah Tubba’ hanyalah seorang raja yang beriman, bukan seorang nabi. 

Dalam perjalanan Raja Tubba’ yang beriman, dia memulai perjalanannya dari kota Madinah, disini Raja Tubba’ bermaksud untuk memerangi penduduk Madinah, namun dihalangi oleh dua orang pendeta Yahudi yang menasehatinya, bahwa tidak ada cara baginya untuk menaklukkan kota Madinah, karena kota ini kelak akan dijadikan tempat hijrah nabi akhir zaman. Maka si raja membatalkan maksudnya dan meneruskan perjalanannya dengan membawa kedua pendeta Yahudi tersebut ke negeri Yaman. 

Ketika raja itu melewati kota Mekkah, dia berkehendak untuk merobohkan Ka’bah, tetapi kedua pendeta Yahudi itu menasehatinya lagi, bahwasannya Ka’bah tersebut dibangun oleh nenek moyang mereka yang merupakan kekasih Allah yaitu Nabi Ibrahim as dan kelak Ka’bah mempunyai kedudukan besar di masa nabi akhir zaman yaitu nabi Muhammad saw. Akhirnya raja Tubba’ menuruti nasehat dari kedua pendeta tersebut, dan kemudian dia thawaf mengelilingi Ka’bah dan menyelimuti Ka’bah dengan kelambu. Dan semenjak itulah tradisi menutupi Ka’bah dengan kain atau kiswah mulai diterapkan. 

Kemudian ia kembali meneruskan perjalanannya menuju negeri Yaman, dia menyeru penduduk Yaman untuk beragama Yahudi sama dengan dirinya. Di masa itu agama yang tersebar adalah agama nabi Musa as. Akhirnya sebagian penduduk Yaman masuk agama Yahudi mengikuti jejak rajanya.

Dalam konteks di atas menjelaskan terkait Tubba’ adalah seorang raja yang beriman, lantas mengapa dalam penafsiran surah Ad-Dukhan ayat 37 kaum Tubba’ mendapat azab dan dibinasakan oleh Allah SWT. Kaum Tubba’ sama halnya dengan kaum-kaum terdahulu yang mulanya mereka ingkar, kemudian beriman mengikuti ajaran yang dianut oleh Raja Tubba’. Namun, setelah kematian Raja Tubba’, mereka kembali ingkar kepada Allah SWT dengan menyembah berhala dan api. 

Kaum Tubba’ adalah salah satu bangsa besar di Semenanjung Arab yang mengalami kejayaan tetapi akhirnya hancur akibat keingkaran mereka terhadap Allah. Kisah mereka menjadi bukti bahwa tidak ada bangsa yang dapat bertahan jika mereka menolak petunjuk Allah dan tetap berada dalam kesesatan. Hal ini menjadi peringatan bagi semua umat manusia agar tetap berada di jalan yang benar dan tidak sombong dengan kekuatan duniawi yang mereka miliki.

Referensi: 

Kitab Hasyiyah Showi ‘Ala Tafsir Jalalain, Syarah Al Alamah Syaikh Ahmad Muhammad Ash-Shawi Al-Mishri Al-Khalwati Al-Maliki. Juz 3/464 cet.DKI

Kitab Tafsir Jalalain Lil Imam Jalalain (Al Alamah Syaikh Jalaluddin Al-Mahalli Wa Syaikh As-Suyuthi) Juz 2/168 cet. Darul Ilmi

Tafsir Ibnu Katsir Juz 7, halaman 239 (cetakan Dar Thayyibah, Riyadh) dan Juz 11, halaman 502 versi terjemahan Tafsir Ibnu Katsir.

https://tafsiralquran.id/kisah-tubba-asad-dan-kaumnya-bagian-ke-2/

Penulis: Ida Hidayati

Editor: Mu’tamid Ihsanillah, Lc., M.A.

case studies

See More Case Studies

Kajian Ramadhan: Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Istri, Anak, Keluarga dan Orang yang Diwakilkan

Pasuruan, 30 Maret 2025-Sebagai umat muslim wajib melaksanakan rukun islam dan salah satu dari rukun islam adalah menunaikan zakat fitrah. Zakat fitrah wajib bagi setiap muslim, baik itu yang laki-laki atau perempuan, muda atau tua, bahkan bayi yang baru lahir. Kewajiban menunaikan zakat fitrah bertujuan untuk mensucikan diri setelah berpuasa di bulan Ramadhan, selain itu juga bertujuan untuk membantu sesama muslim yang membutuhkan.

Learn more

Tertarik Untuk Bergabung Menjadi Penulis ?

Daftarkan diri Anda untuk menjadi kontributor penulisan dan berita di situs resmi alyasini.net!

Bergabunglah bersama kami untuk menyampaikan informasi, inspirasi, dan berita terkini seputar Pondok Pesantren Terpadu Al-Yasini. Jadilah bagian dari tim yang turut berkontribusi dalam menyebarkan kabar baik dan edukasi melalui tulisan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi situs resmi kami di alyasini.net. Mari berkarya bersama!

Masukkan Saran dan Kritikan